Foto: Riau Pos/JPNN
Seekor buaya yang memakan anak-anak usia 14 tahun Sabtu lalu (31/12) setelah berhasil ditangkap, Senin (2/1) akhirnya perut buaya dibelah oleh warga. Dalam perut reptil buas itu ditemukan potongan tubuh bocah. Namun tubuh bocah yang dimakan buaya tak utuh lagi di dalam perut buaya tersebut.Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah Rengat menyatakan terjadinya konflik antara buaya dan manusia di sejumlah wilayah di Kabupaten Indragiri Hilir disebabkan semakin menipisnya habitat buaya di kawasan itu.
Hal ini dikatakan Humas BKSDA Wilayah Rengat, P Lubis menjawab Riau Pos, Selasa (3/1) menanggapi terjadinya kasus buaya memangsa seorang anak usia 14 tahun bernama Rio Candra, warga Desa Sungai Belah, Kecamatan Kuindra, Kabupaten Inhil pada Sabtu (31/12) lalu, yang jasadnya ditemukan telah terpotong-potong dalam tubuh buaya pemangsa sepanjang 5 meter tersebut Senin (2/1) lalu.
Diakui P Lubis, BKSDA Rengat belum menerima laporan resmi dari pihak keluarga maupun Kecamatan Kuindra mengenai kasus itu dan pihaknya meminta warga dan aparat desa menyimpan dokumentasi buaya air payau tersebut untuk diobservasi oleh BKSDA Rengat.
‘’Untuk wilayah Inhil, beberapa kecamatan masih memiliki populasi buaya yang cukup banyak, terutama di daerag Gaung dan sekitarnya, Kuindra dan Pulau Burung. Sementara habitat buaya semakin menipis karena pembukaan lahan oleh perusahaan. Hal itu membuat populasi buaya terganggu,” ujar P Lubis.
Bahkan informasi yang diperoleh BKSDA, karena semakin berkurangnya habitat buaya, tidak sedikit ditemukan ada buaya yang masuk ke perairan berpenduduk, termasuk merambah ke kanal-kanal perusahaan perkebunan yang terdapat di sekitar habitat buaya yang sudah dibuka untuk areal perkebunan.
Ditegaskan P Lubis, melihat konflik yang sudah sering terjadi, maka populasi buaya di wilayah Inhil sudah mengancam keselamatan masyarakat dan Pemerintah harus ikut menyikapi hal tersebut agar tidak semakin banyak korban berjatuhan. Apa solusi untuk mengatasi konflik antara buaya dengan manusia" Menjawab hal ini, P Lubis mengatakan perlunya dibangun kawasan penangkaran buaya seperti di Batam, Kepulauan Riau. Pemkab Inhil sendiri menurutnya dapat mengajukan hal ini ke Pemerintah Pusat melalui BKSDA, termasuk memberikan izin konservasi kepada para investor.
‘’Aturan untuk mengelola populasi buaya ini sudah ada dan Pemerintah daerah tinggal menempuh itu untuk mendirikan sebuah penangkaran buaya di daerah. Hal ini bertujuan untuk menekan populasi buaya sesuai dengan luasan habitatnya,” jelas P Lubis.
Melalui penangkaran yang dikelola oleh perusahaan berbadan hukum, penjualan kulit buaya bisa dilakukan secara legal dengan mengacu pada jumlah populasi satu jenis buaya, meskipun buaya tersebut ditangkap dari alam.
Observasi mengenai penangkaran buaya ini menurut P Lubis perlu dilakukan dan harus menjadi pertimbangan bagi Pemerintah. BKSDA Rengat tahun ini juga berencana untuk melakukan sosialisasi mengenai pentingnya menjaga habitat buaya, termasuk harimau yang ada di wilayah Inhil. Pihaknya berharap Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi hal itu untuk mengurangi terjadinya konflik antara buaya dengan manusia.
sumber:http://www.jpnn.com/read/2012/01/04/113149/Perut-Buaya-Dibelah,-Ada-Tubuh-Bocah-